Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dunia Perkemahan Yang Keliru, Ujarku!

Dunia Perkemahan Yang Keliru, Ujarku!
“aku percaya berlebihan dengan para pencinta alam, mereka telah membuang-buang waktu dan semua berubah setelah aku menggendong carrier ke hutan”

Sambil menghela nafas dan menikmati pemandangan di atas bukit samata dekat kampus, aku membuka pertanyaan dengan kawan yang duduk di sampingku, “bagaimana menurutmu agar hidup ini tidaklah hambar dan membosankan”.

Aku tidak lagi di sibukkan dengan ikatan dunia kampus, saat ini aku sedang siap-siap mengukir lembaran baru kehidupan, situasi sepertinya sangat mendukung, uang saku demi penyelanggaraan tidak terpakai sama sekali karna pihak kampus telah menanggung semua beban biaya wisudawan.

Segembok uang dalam rekening siap di luncurkan sebagai hadiah dari rasa lelah dunia kampus yang telah berlalu, kawan yang berada di sampingku dengan gaya berpakaian seorang penjelajah berkata “mungkin lebih baik kamu manfaatkan uang itu untuk hoby baru”

Aku membalas, “boleh juga”.

Kawan yang berada di sisi lain memikirkan hal berbeda dan memilih pulang kampung setelah pengurusan berkas kampus selesai. Tentu pemikiran ini aku skip.

Aku kembali bertanya ke kartum, “bagaimana bila hobi itu membuatku menyesal”.

Dalam benakku terlintas hobi adalah tempat orang-orang menghabiskan uang dan pemasukan bulanan demi sesuatu yang menyenangkan.

Akankah layak uang saku ini aku manfaatin demi hobi baru, Dengan semangat dan tatapan serius kartum kembali memberiku kepercayaan bahwa “orang-orang tidak akan tahu sebelum mereka benar-benar berada di sana”.

Aku menelan ludah dan flashback akan skenario masa laluku yang penuh dengan penolakan tentang hobi satu ini, aku termasuk orang anti kegiatan outdoor.

Setelah di pikir-pikir! Lagi pula saat ini aku punya kesempatan, memilih ngganggur sementara mungkin bukanlah masalah serius, aku pun menyambar hobi berkemah.

Sehingga dengan begitu kami menyusun rencana untuk berkunjung ke toko-toko outdoor di kota makassar!

Tiba hari yang direncanakan, dengan berbocengan motor matic, kami menuju toko outdoor seperti duta irama, rei dan eiger.

Saat masuk dalam toko, bagi orang awam, aku katakan pelayanan oke! Tapi... harga mungkin membuatku seperti lari maraton di mana keringatku mengalir deras, kartum paham dengan suasana itu dan tersenyum tipis, kemudian aku membisiknya “harganya mahal baget bro”. Ia malah tertawa dan menjelaskan bahwa perlengkapan berkemah memang dari dulu sudah mahal-mahal.

Tidak lama setelah itu kami beranjak keluar dan itu membuat lega “rupanya ini di luar ekpektasiku”. Setelah bayar parkir kartum mengajakku untuk ke toko berikutnya, aku tentu lebih ingin menolak, sayangnya aku hanya penumpang jadi secara normal aku ikut kemanapun sang pengemudi berkendara.

Di perjalanan aku banyak tanya tentang perkemahan dan sedikit memberi kode gerak-gerik, aku tidak lagi berminat dengan hobi ini, tapi karna perasaan nggak enak dengan kartum, aku memilih lanjut saja hitung-hitung pengisi waktu lowong. 

Selang beberapa menit di terpa angin malam kami akhirnya tiba di toko yang berada di sudut perumahan, tampaknya seperti bukan toko outdoor atau toko terkenal. Aku ragu apakah mereka bakal menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan untuk berkemah, pemilik toko berpakain biasa dan sulit membedakan sebagai pendantang baru antara pemilik toko dengan pengunjung hehee...

Etika di toko yang satu ini terbilang unik menurutku, pemilik toko gemar dipanggil sebagai Om bukan Ka’ atau Pak tapi, “permisi om berapa harga carrier 70 liternya”.

Aku merasa malu dengan interaksi ini, makanya aku di wakili kartum untuk menanyakan spesifikasi dan harga gear outdoor.

Terus terang di toko yang satu ini harga perlengkapan berkemah terbilang terjangkau bagi para mahasiswa dan kualitas sudah lebih dari cukup sebagai pemula di perkemahan nama tokonya adalah Puncak Jaya.

Aku menghabiskan cukup banyak waktu melirik sana sini dan memilah-milah gear camp, terlalu banyak barang yang ingin ku miliki. Aku tampak tergesa-gesa seolah-olah menunggu orang lain keluar dari toilet.

Dengan Perasaan menggebu-gebu, emosi melonjak naik turun membuatku berpikir tak logis, belum lagi modal jelas mendukung, satu situasi yang bakal membuatku akan jatuh pada keputusan yang salah, di situasi ini kartum mencoba menenangkanku dan menanyakan “kira-kira perlengkapan sejenis apa yang paling menarik pertahatianmu”. 

Aku menjawab berdasar bentuk dan keunikan, seorang mantan mahasiswa yang sering bergelut di meja dapur dengan pisau dan kompor demi menghemat uang bulanan menjawab “aku tertarik bentuk pisau dan model kompor portable”.

Dua perlengkapan ini membuatku penasaran dengan penggunaan dan bentuknya yang belum pernah terbayangkan, kompor yang sering aku temui di dapur ternyata bisa dibuat sekecil ini, pisau yang bentuknya biasa-biasa aja di dapur para mahasiswa, bisa sangat berbeda dengan pisau yang di gunakan berkemah, terkesan keren dan estetik.

Jadi, aku putuskan memilih satu kompor potable yang di sarankan kartum dan aku memilih pisau yang mencuri perhatianku, mungkin tidak sesuai untuk pemula, demi memuaskan hasrat dan keinginan menggebu-gebu aku memilih pisau outdoor yang ukurannya terbesar di toko, pisau itu memiliki panjang 30 centi meter, mirip yang di pakai militer untuk berburu heehhee...

dengan senyum tipis pemilik toko dan anggukan kawan, aku membungkus pisau itu dan membawanya pulang sebagai pisau berkemah pertamaku, aku pilih berdasar keinginan bukan asas kebermanfaatan.

Kami pun beranjak pulang sambil menahan diri untuk tidak terburu-buru menghabiskan uang saku, aku mayakinkan diri bahwa ini demi menghindari keputusan yang ceroboh dan menyesal nanti.

Hari berganti pekan, aku menghubungi kartum untuk skenario belanja perlengkapan berikutnya, di season ini aku mengakali isi dompet secara pas-pasan, setibanya kami di toko puncak jaya, lagi-lagi aku mudah terpaku pada perlengkapan camping yang dapat menjangkau isi rekeningku, di sinilah uang tunai pas-pasan tadi menjadi rem darurat yang membuatku tertahan dan memilih perlengkapan pendukung yang tidak menguras dompet yaitu matras, ponco/mantel hujan, nesting/alat masak dan flysheet.

Tidak banyak yang bisa aku dapatkan, aku sedang puasa belanja!

Perasaan lega berbelanja membuatku seperti anak sekolahan yang tidak sabar menunggu hari esok demi untuk mengenakan sepatu baru ke sekolah.

Sekilas aku perhatikan seksama lewat google dan tontonan youtube, terlintas di benakku, tampaknya perlengkapan ini sudah mampu membawaku untuk berkemah.

Aku akan segera menghubungi kartum untuk memberi kabar tentang rencana perkemahan pertama ini, namun aku sama sekali tidak mengabarinya di whatsapp!. Sebagian mungkin karna malas, sebagian karna aku tidak ingin merepotkannya. Lagi pula aku berencana berkemah di bukit depan kampusku, dekat pemukiman, akses air ada, akses internet juga ada dan resiko mara bahaya juga minim!

Selama beberapa hari aku mengecek lokasi dan melihat suasana bukit samata, aku putuskan berkemah dekat batu di ujung bukit yang jarang di kunjungi dan aku tunggu musim hujan untuk mengindari pertemuan tak terduga dengan orang lain.

Penantian telah tiba, hari itu aku keluar rumah dan menerobos gemercik air hujan sekitar sepuluh menitan hingga itu membuatku menggigil di waktu sore, zona nyaman di kasur nan empuk membuatku ingin memutar balikkan motor.

Sambil menurunkan gigi dan menancap gas motor, aku naik tanjakan bukit, aku sedikit memaksa motorku untuk di parkir agak ke dalam dekat semak-semak, ini semua demi mengurangi resiko kecurian.

Aku terkejut sendiri aku tanpa ragu sudah berada di atas bukit di cuaca gerimis di bawah awan mendung, sesaat menenangkan pikiran dan meyakinkan diri “oke! Aku pasti bisa”. 

Langkah ini adalah awal dari pintu dunia baru, aku beranjak dari atas motor melakukan perjalanan dan tidak sengaja aku malah bertemu beberapa orang di atas bukit, aku merasa tidak enak “ngapain mereka ada disana”. Tapi, ini tidak menghilangkan semangat membara di cuaca dingin “pokoknya aku akan camp di sini dan di malam ini juga”.

Aku segera melintas dekat mereka dengan perasaan aneh sambil mengenakan mantel hujan berwarna hitam, mereka nggak bakalan mungkin mengenaliku, Aku percaya itu!.

Sepanjang jalan yang basah dan berlumpur membuatku seperti sedang berburu di tengah hutan, aku anak rimba “sahutku”.

Aku memang penakut tapi rasa penasaranku melebihi rasa takutku. Sesampai dititik yang direncanakan aku istirahat sejenak kemudian mendirikan tenda, pikirku begitu! Kenyataannya aku hanya punya flysheet dan potongan karpet militer 1x2 meter. 

Tidak ada pilihan lain aku bergegas mendirikan tempat bernaung, bolak-balik penuh keringat sampai akhirnya semua beres!

Di dalam tenda sederhana aku istirahat menunggu waktu magrib berlalu, kemudian aku beranjak membersihkan diri dan siap membuat makan malam dikondisi menggigil kedinginan dengan perut kosong

Demikianlah situasinya!

Dan...

Tiba-tiba angin malam berhembus kencang membuat tali pengait flyseet-ku longgar dan lepas, aku di hajar habisan-habisan oleh angin malam nan menusuk, cuaca buruk! “tolong apakah ini kenyataan”.

Sudah jatuh malah tertimpa tangga...

Namun entah bagaimana aku masih ingin bertahan dan berusaha menyelesaikan masalah ini, hingga beberapa saat ini teratasi dengan ngos-ngosan capek, dalam hati “rupanya ini selesai juga”, Ini satu kepuasan yang membuatku bertekad tetap kuat.

Magrib berganti Isya aku baru mulai masak, menu makan malam adalah ayam goreng dan kentang goreng. Skenario seorang amatiran yang lagi masak membuat minyak tidak berfungsi dengan benar, daging ayam mentah dan kentang melengket sana sini pada dinding panci, aku kesulitan membolak-baliknya. Aku terlihat seperti sedang mencabut paku yang menancap di tembok.

Lenganku mulai pegal, kesabaranku habis, aku kehilangan kendali dan akal sehat. Aku harus menyantap menu makan malam yang bersauskan minyak goreng ekstra melimpah.

Jika aku di rumah, ini takkan mungkin aku makan. Situasi dan kondisi memaksa tanganku mengantar daging belum matang itu masuk ke mulutku, hingga semua berjalan otomatis sesuai sistem pencernaan.

Sebelum sempat berubah pikiran aku buru-buru menghabiskan santapan makan malam ini, dengan mulut berbalutkan minyak goreng berkilauaan aku tersenyum tipis dan merasa puas seoalah-olah telah menyelesaikan penurunan rumus fisika tersulit.

Lega dan nikmat rasanya!

Malam yang sunyi barbalut suasana agak horror dan sekali-kali angin berhembus membuat dahan pohon bergesekan, suara ini sedikit tidaknya menemaniku dalam kesendirian menjelang waktu mendekati tengah malam.

Tidak lama suasana berubah setelah muncul suara aungan anjing di malam hari, pikiranku mulai kacau dan menyulutkan rasa takut, gerak-gerik suara anjing membuatku berpikiran ia sedang melihat sesuatu yang tidak seharusnya tampak di dunia nyata.

Di sela-selah situasi mencekam aku melarikan diri ke dunia maya, aku sedang keringat dingin dan merinding sambil membuka ponsel, alih-alih merasa tenang, situasi belum kunjung berubah, hingga disatu titik aku mencoba menghubungi kartum lewat pesan wa dengan alasan curi-curi perhatian.

Chat yang telah terkirim tengah malam membuatku ragu, apakah ini bakal direspon. Ternyata harapan masih di pihakku, kartum memberi balasan “gimana kabarnya, lagi apa, dan posisi sekarang”.

Di posisi ini Aku sudah merasa kartum bersamaku di malam itu, karna muncul rasa penasaran di balik cetingan-ku kartum ingin aku melakukan video call. Dengan rasa gugup aku membuka portal tatap muka dengan kartum, ia benar-benar tertawa dengan apa yang sedang aku lakukan di atas bukit samata.

Aku tak menyangka kartum akan bergegas datang berkunjung tengah malam ke atas bukit, mungkin satu dua alasan ia cemas dengan perlengkapanku kurang memadai. “Ini sulit dipercaya kartum bakalan datang”, aku seperti seorang yang memenangkan undian.

Aku tersenyum tipis saat kartum bergegas ke sini dan ia berusaha mengumpulkan perlengkapan yang dibutuhkan tak lupa snack untuk menemani bincang-bincang malam.

Malam yang panjang akhirnya berlalu, kartum tiba di bagian ujung bukit dan aku berada di ujung yang satunya. Walau tanpa rencana titik temu, kami sangat mudah mengenali satu sama lain, tidak ada orang selain kami punya penerangan di atas bukit.

Dengan perasaan campur aduk, aku seperti orang hilang yang sedang menyalakan api unggung, aku mudah ditemukan di kedalaman hutan “ujarku”.

Ketika kami bertemu aku teriak welcome to the jungle tapi dalam hati.

Kami sama menuju lokasi dan sesampai titik perkemahan, kami dirikan tenda ke lain, membuat cemilan (pisang goreng), makan dan minum snack, berbincang-bincang, tak terasa waktu subuh mulai mendekat.

Aku mencoba berbaring dan istirahat sejenak sambil menunggu alarmku berdering.

Pagi hari telah datang menyambut dengan hangat, kamipun menikmati matahari terbit diiringi suara ayam jantan berkok di pagi hari.

Aku takkan pernah melupakan mement dan pengalaman ini, hidupku telah membuka lembaran baru!

“Perjalanan Itu Bukan Hanya Mencari Pemandangan Baru Tapi, Juga Menemukan Sudut Pandang Baru”


Terima Kasih

 

Posting Komentar untuk "Dunia Perkemahan Yang Keliru, Ujarku!"